Selasa, 25 Desember 2012

Sejarah Kota Pekanbaru

VOC
Pada 1749 di bawah persyaratan perjanjian perdamaian antara Sultan Johor dan Belanda East India Company (VOC) Siak diletakkan di bawah pemerintahan Belanda. The Sultan pindah tempat tinggal ke istana di Senapelan dibangun pada tahun 1760.

Sultan Syarif Kasim II Siaka dan istrinya, 1910-1920. Sultan Siak terakhir yang menyerahkan kerajaannya kepada Republik Indonesia.

Pada Senapelan Sultan Abdul Jalil Alamudin Shah gagal mencoba untuk penyelenggaraan bursa regional yang besar. Pada awal 1780-an putranya, Sultan Muhammad Ali berhasil membangun adil besar. Karena nilai komersial yang penting untuk ini bagian dari Sumatera penyelesaian itu sendiri berganti nama menjadi Pakanbaru oleh dewan lokal dari tetua suku pada tanggal 23 Juni 1784. Diterjemahkan Pekan Baru, secara harfiah berarti Adil Baru. Hari ini 23 Juni secara resmi diperingati sebagai hari pendiri Pakanbaru.


Hindia Belanda
Setelah runtuhnya kepemilikan semua perusahaan VOC dari Pakanbaru dipindahkan ke mahkota Belanda. Pada masa kolonial Belanda Hindia pada abad ke-20 ke-19 dan awal kota tetap penting, terutama sebagai titik perdagangan utama: navigasi sungai Siak kondisi memberikan hubungan yang stabil dengan pengiriman dari Selat Malaka. Selain itu kota ini menjadi pusat utama industri kopi dan industri batubara. Pengaruh urban dari para sultan secara bertahap menjadi lebih dan lebih nominal, terutama setelah ibukota Kesultanan pindah ke Sri Indrapura pada tahun 1830. Fungsi manajemen yang sebenarnya dilakukan oleh perwakilan dari pemerintah kolonial Belanda yaitu melalui jabatan asisten residen dan controller.

Perang Dunia Kedua
Selama Perang Dunia Kedua dari Februari 1942 sampai Agustus tahun 1945, Batavia diduduki oleh angkatan bersenjata Jepang. Dalam upaya untuk memperkuat infrastruktur militer dan logistik di bagian Sumatera, Jepang meluncurkan pembangunan kereta api kilometer 220 panjang, menghubungkan Pakanbaru dengan pantai Selat Malaka.

The Railway Pekanbaru dibangun di bawah kondisi yang keras dengan kerja paksa. 6.500 Belanda, sebagian besar Indo-Eropa, dan tawanan perang Inggris dan lebih dari 100.000 Indonesia, sebagian besar Jawa, pekerja paksa yang disebut romusha dipekerjakan oleh tentara Jepang. Pada saat pekerjaan selesai pada bulan Agustus 1945 hampir sepertiga dari para tawanan perang Eropa dan lebih dari setengah dari para kuli Indonesia telah meninggal. Kereta api tersebut tidak pernah dimanfaatkan secara maksimal. Hari ini tetap tidak terpakai dan di negara maju peluruhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar